April 10, 2014 puskapol ui Category: Press Release .
PUSAT KAJIAN POLITIK FISIP UNIVERSITAS INDONESIA
(PUSKAPOL FISIP UI)
Medan, 3 Maret 2014
P |
emilu untuk memilih anggota DPR, DPD, dan DPRD sudah di depan mata. Pada 16 Maret mendatang, masa kampanye memasuki kampanye terbuka. Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga telah mengesahkan Peraturan tentang Pemungutan Suara dan Penghitungan Suara (PKPU Nomor 26 tahun 2013), yang segera diikuti dengan berbagai kegiatan seperti penyediaan dan distribusi logistik, membentuk panitia penyelenggara di tingkat Tempat Pemungutan Suara (TPS), dan mengadakan bimbingan teknis bagi penyelenggara pemilu tersebut. Sejalan dengan itu, KPU menjadwalkan pembentukan panitia pelaksana di TPS (anggota KPPS) telah selesai sekurang-kurangnya 30 hari sebelum pemungutan suara.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga tengah melakukan kegiatan pengawasan terhadap persiapan tahapan pemungutan dan penghitungan suara tersebut. Untuk itu Bawaslu telah merekrut Panitia Pengawas Lapangan (PPL) yang bertugas di tingkat desa/kelurahan. Selain itu, untuk memperkuat pengawasan terhadap tahapan pemilu, Bawaslu juga merekrut sejuta relawan.
Dalam rekrutmen anggota penyelenggara pemilu, UU Penyelenggara Pemilu No. 15 tahun 2011 mengatur tentang keterwakilan/keterlibatan perempuan sebagai anggota penyelenggara pemilu di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Bahkan disebutkan dengan jelas bahwa keanggotaannya agar memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%. Namun demikian, data menunjukkan kondisi hingga saat ini masih jauh dari amanat undang-undang. Di tingkat nasional, keanggotaan KPU dan Bawaslu masing-masing terdiri dari hanya satu orang perempuan. Demikian halnya di tingkat Provinsi Sumatera Utara, hanya 1 dari 5 anggota KPU adalah perempuan, dan 1 dari 5 anggota Bawaslu adalah perempuan. Untuk di tingkat kabupaten/kota, rata-rata ada satu anggota perempuan.
Riset Puskapol FISIP UI di 6 provinsi (Aceh, Jawa Tengah, Sumut, Maluku, Papua, Papua Barat) mencatat rendahnya keterlibatan perempuan sebagai penyelenggara pemilu disebabkan beberapa faktor yaitu:
Hasil temuan riset Puskapol UI di atas menegaskan bahwa meskipun UU Penyelenggara Pemilu sudah mengatur keterlibatan perempuan (minimal 30%), kenyataannya di lapangan masih banyak hambatan dan tantangan bagi partisipasi perempuan. Oleh karena itu, diperlukan upaya sungguh-sungguh dan sistematis dari berbagai pihak untuk meningkatkan jumlah perempuan sebagai penyelenggaraan pemilu.
Berdasarkan uraian di atas, Puskapol FISIP UI menuntut kepada KPU (beserta jajarannya) dan Bawaslu (beserta jajarannya) dalam tahapan rekrutmen anggota KPPS dan mitra pengawas pemilu, untuk:
Dalam rangka mendukung terpenuhinya keterwakilan perempuan tersebut, Puskapol mengadakan pelatihan kepemimimpinan perempuan dalam penyelenggaraan pemilu di 6 provinsi, salah satunya Sumatera Utara. Pelatihan ini diadakan selama 4 hari, diikuti oleh 50 perempuan potensial yang berminat untuk terlibat dalam penyelenggaraan pemilu. Mereka akan dibekali dengan pengetahuan kepemiluan dan kepemimpinan sehingga siap untuk direkrut oleh KPU dan Bawaslu.
Informasi lebih lanjut:
– Sri Budi Eko Wardani (0813-17131451)
– Anna Margret (0877-81853471)
[1] UU Penyelenggara Pemilu No. 15/2011 mensyaratkan pengetahuan dan keahlian dalam rekrutmen/seleksi penyelenggara pemilu yang ditunjukkan dengan rekam jejak pengalaman terkait kepemiluan. Calon anggota penyelenggara pemilu yang memiliki pengalaman kepemiluan memiliki skor/nilai tambah dalam seleksi administrasi.
BUKAN SEKEDAR JUMLAH: MENDORONG PEMBIAYAAN AFIRMATIF UNTUK PENDIDIKAN POLITIK POLITISI PEREMPUAN
Ide mengenai pembiayaan partai politik masih menjadi perdebatan di Indonesia. Meskipun efektifitas kebijakan ini diyakini dapat berkontribusi menekan biaya... more ... |
Partisipasi tanpa Representasi: Analisis Relasi Organisasi Sayap Perempuan dengan Partai Politik di Indonesia
Hurriyah dan Delia Wildianti dalam tulisan ini menyoroti isu representasi politik perempuan dilihat dari hubungan organisasi sayap perempuan dengan... more ... |